[Review] I Want to Eat Your Pancreas - Sumino Yoru

Title of Book: I Want to Eat Your Pancreas
Author: Sumino Yoru
Publisher: Penerbit Haru
Publication Year: 2017
Language: Bahasa Indonesia
Translator: Khairun Nisak
Format: paperback
Pages: 309




Aku menemukan sebuah buku di rumah sakit. 
Judulnya Cerita Teman si Sakit. 
Pemiliknya adalah Yamauchi Sakura, teman sekelasku. 
Dari sana aku tahu dia menderita penyakit pankreas. 
Buku itu adalah buku harian rahasia miliknya. 
Namun gadis itu tidak seperti orang sakit. 
Dia seenaknya sendiri, dia mempermainkan perasaanku, dia suka menggodaku. 
Dan aku... mungkin dia menarik hatiku. 



Apa yang pertama terbesit di pikiran ketika mendengar judul I Want to Eat Your Pancreas? Menurut saya judul ini menarik sekali, buku tentang kanibal kah? Ternyata buku ini bercerita tentang seorang anak SMA yang tanpa sengaja menemukan buku harian teman sekelasnya di rumah sakit. Yang membuatnya terkejut adalah, buku harian tersebut mengungkap rahasia bahwa teman sekelasnya, seorang gadis bernama Yamauchi Sakura, menderita penyakit pankreas. Walaupun telah divonis dokter bahwa hidupnya tidak lama lagi, Sakura sama sekali tidak terlihat seperti itu. Namun, Sakura meminta agar fakta ini dirahasiakan dari teman sekelasnya yang lain. Sejak pertemuan yang tak disangka tersebut, mereka menjadi semakin sering menghabiskan waktu bersama. 
Dapat diduga dari premis cerita bahwa pacing buku ini lambat, karena memang cerita berfokus pada interaksi dan hubungan antara dua tokoh, yaitu si narator dan Sakura. Kedua tokoh ini memiliki sifat yang sangat bertolak belakang, tetapi itulah yang menjadi daya tarik buku ini; bagaimana kedua tokoh yang berbeda ini saling berinteraksi. Sakura adalah seorang yang ceria, blak-blakan, dan mudah bergaul. Sedangkan si narator adalah seorang introvert yang senang menyendiri dan tidak memiliki teman, sebelum Sakura datang. Ia memiliki emotional struggle dengan dirinya sendiri. Ketika membaca, sifat-sifat ini akan tercermin di dalam narasinya karena kita berada di kepala si narator. 
Sebenarnya, saya menikmati interaksi antara narator dan Sakura. Selama menghabiskan waktu bersama, tanpa sadar mereka saling belajar satu sama lain. Bisa dibilang, mereka saling melengkapi. Tetapi karena tidak banyak aksi dan konflik yang ada adalah konflik emosional, pacing-nya jadi terasa lambat sekali. It feels like it won’t go anywhere any second. Selain percakapan antar tokoh atau alur pikiran si narator, paragraf didominasi oleh deskripsi detil kejadian yang sebenarnya mungkin bisa membantu pembaca memvisualisasikan kejadian. Pacing yang lambat juga sebenarnya bisa dimaklumi mengingat buku ini adalah character-based novel karena yang diutamakan adalah perubahan emosional tokoh. Tapi bagi saya, membaca buku ini jadi terasa melelahkan. Saya merasa bahwa akan lebih nyaman bila menonton secara langsung dibanding membaca.  

“Yang mempertemukan kita adalah pilihan yang telah kau buat, juga pilihan yang kubuat sampai saat ini. Kita bertemu atas keinginan kita sendiri.” 

Secara keseluruhan, banyak pelajaran yang bisa dipetik dari buku ini. Hubungan yang dibangun kedua tokoh selama cerita akan berbalas di akhir buku. It’s a slow burn, which makes the relationship worth it in the end. Endingnya terasa menyentuh dan menyadarkan saya how one person could give so much impact on another. Walaupun pemicu akhir cerita terasa agak unnatural menurut saya. Karena setelah membaca sepanjang cerita, seharusnya pembaca sudah dapat menduga akhirnya. Tetapi penulis malah memaksa akhir cerita untuk terjadi lebih cepat dengan plot point yang kurang matang. Saya sebut kurang matang karena pemicu tersebut hanya disebutkan sambil lalu sebelumnya di tengah cerita. 
All in all, if you prefer reading character-based novel with slow pacing then you should check this book out.  As for me, saya rasa timing baca saya yang kurang tepat. I Want to Eat Your Pancreas termasuk tipe buku yang butuh waktu untuk dinikmati, bukan untuk dibaca secara tergesa-gesa. 

“Mungkin selama tujuh belas tahun aku telah menunggu agar kau butuhkan.” 



 

No comments :

Post a Comment